Kamis, 28 Mei 2020

Dongeng Sejarah Pulau Jawa Saat Kosong Dipenuhi Bangsa Jin, Setan dan Dedemit | Pegawai Astral




Dalam Kitab Sapta Pudjangga dan juga Primbon Djayabaya karya R. Ng Ronggowarsito, diceritakan, konon setelah merasa cukup berguru kepada Syekh Syamsuddin Al-Wasil, Prabu Jayabaya bercerita tentang kondisi tanah Jawa saat masih kosong hingga kiamat kubro. Cerita itu ditulis dalam Kitab Musarar yang menjadi babon buku Jangka Jayabaya.


Menurut apa yang diceritakan dalam kitab tersebut, pada suatu hari Sri Sultan Al gabah seorang raja di Pusrah (Persi) sebelah utara dari tanah arab, termasuk dalam lingkungan Turkei Azie, tiba-tiba menerima perintah gaib untuk mengisi tanah yang masih kosong.


Sultan kemudian memerintahkan seorang menterinya untuk mencari di mana keberadaan tanah yang masih kosong dan belum ada penduduk manusia tersebut.
Menteri kemudian mengumpulkan para nahkoda yang berpengalaman untuk ditanya. Hingga akhirnya dapat keterangan bahwa di sebelah timur laut Hindustan yang berjarak kira-kira perjalanan 40 hari dan 40 malam berlayar, ada sebuah pulau panjang dan mempunyai lebih kurang 20 gunung tinggi dan dikelilingi ratusan bukit beraneka warnanya. Pulau tersebut masih sunyi dan belum berpenghuni.
Dari perjalanan didapatkanlah informasi tersebut, sang menteri kemudian melaporkan kepada Sultan Al Gabah dan oleh sultan disambut dengan gembira. Kemudian sultan memerintahkan untuk mempersiapkan 20.000 orang dengan dilengkapi senjata dan perlengkapan kehidupan secukupnya yang selanjutnya mereka dikirim ke pulau Jawa untuk dijadikan bibit manusia di pulau tersebut.


Setelah berlayar selama 40 hari dan 40 malam, akhirnya rombongan besar ini mendarat di kaki Gunung Kendeng. Menurut penanggalan Romawi waktu itu adalah tahun 437.

Dan menurut ramalan Jayabaya sejak diinjak oleh kaki manusia yang pertama hingga nanti tiba kiamat kubro akan mengalami 2110 tahun surya (matahari) atau 2173 tahun tjandra (bulan).


Waktu rombongan pertama memasuki tanah Jawa ini keadaan pulau Jawa masih sangat sunyi dan angker. Dari 20.000 pendatang itu yang rencananya dibuat bibit manusia di tanah Jawa akhirnya hanya tersisa 20 orang saja yang masih hidup. Sisannya mati karena penyakit dan dimakan oleh binatang. Zaman itu menurut ramalan Jayabaya dinamakan zaman Sangkala atau zaman merajalelannya penyakit dan binatang buas.  Sebanyak 20 orang tersisa itu kemudian kembali ke Persia dan melaporkan kejadian kepada Sultan. Selain sedih Sultan juga marah dan kemudian mengumpulkan pendeta sakti untuk membuat tumbal dan jimat untuk menantang para jin, setan dan demit di Jawa agar pulau tersebut bisa didiami.
S
elanjutnya Sultan kembali mengirimkan 20.000 orang lagi dari golongan bangsa Keling, Kandi dan lain-lain. Mereka dibagi menjadi 20 rombongan. Masing-masing kelompok ini dipimpin oleh Sing Linangkung Ngusmanadji, seorang pendeta sakti dari Bani Israel untuk menjelaskan kias kepada tanah Jawa. Waktu itu menurut penanggalan Romawi jatuh pada bulan Tasrinki 444.





Setibanya di tanah Jawa, Sing Linangkung Ngusmanadji segera menanam tumbal dan jimat di empat penjuru arah mata angin, serta lagi di bagian tengah. Tak lama kemudian turun hujan yang luar biasa hebatnya seperti akan kiamat.




Dalam kitab-kitab kuno dampak cuaca yang seperti kiamat itu karena para jin, setan dan demit yang tadinya penuh mendiami pulau Jawa tidak tahan dan melarikan diri ke lautan.




Setelah berhasil mereka mulai mendiami tanah Jawa dan bercocok tanam dengan bibit yang telah mereka bawa dari Persia. Menurut Ramalan Jangka Jayabaya, tanah Jawa sejak diisi manusia yang kedua kalinya ini hingga tiba saat kiamat kubro akan mengalami 2100 tahun surya atau 2163 tahun candra.
empo 2100 tahun surya ini menurut Ki Tuwu dapat dibagi menjadi Trikali atau tiga periode zaman besar yang masing-masing terdiri dari 700 tahun surya. "Dan di setiap periode zaman besar tadi terbagi menjadi Sapto Maloko yang berarti zaman kecil. Dimana masing-masing zaman kecil terdiri dari 100 tahun surya hingga 7 x 100 (700) tahun surya dikali 3 sama dengan (2100) tahun surya.




Cerita ini hanyalah dongeng yang kebenarannya tidak bisa dipertanggung jawabkan, sehingga hanya sebagai bahan pengetahuan saja bahwa ada cerita sejarah versi yang sangat unik ini. 





Penyunting : Admin Pegawai Jalanan



Sumber :  https://www.merdeka.com

Rabu, 27 Mei 2020

5 Pendekar Sakti Asli Nusantara Yang Menghilang Entah Kemana (Moksa) | Pegawai Astral



Seperti menghilang tanpa bekas, tidak pernah jasad atau makamnya ditemukan sampai hari ini. Konon sebagian kecil masyarakat Indonesia masih mempercayai akhir hidup dari ke 5 pendekar sakti nusantara ini berhasil mencapai moksa, sebuah tujuan akhir kehidupan yang sempurna, mengalami kelepasan dari ikatan duniawi dan menyatu dengan Tuhan tanpa pernah lagi mengalami siklus reinkarnasi (proses kelahiran manusia kembali ke dunia berulang-ulang).

Misteri Kematian Gajah Mada, Panglima Perang Majapahit

Riwayat hidup Mahapatih Gajah Mada, sebagai tokoh paling terkenal dalam kerajaan Majapahit Hindu dahulu kala. Jejak kematiannya masih menjadi teka-teki misteri yang belum berhasil terungkap sampai sekarang.
Dalam penjelasang Kidung Sunda Pupuh ke tiga, patih Gajah Mada disalahkan atas kematian Prabu Hayam Wuruk yang meratapi nasib Putri Sunda akibat konflik perang Bubat antara pasukan Kerajaan Sunda dengan pasukan Majapahit yang dipimpin olehnya.
Gajah mada saat itu gagal menempuh langkah diplomasi untuk membujuk hati Prabu Maharaja Lingga Buana agar putrinya Dyah Pitaloka bersedia dinikahi oleh Hayam Wuruk.
Malahan Gajah Mada melakukan agresi militer tanpa persetujuan Hayam Wuruk untuk menaklukkan Kerajaan Sunda, dia pun memaksa sang Raja untuk memberikan putrinya sebagai simbol pengakuan kerajaan Majapahit.
Namun sang Raja menolak keras permintaan Gajah Mada, hingga kedua kerajaan ini berperang hebat dan dimenangkan oleh Majapahit. Mengetahui Ayah dan pasukannya tewas dalam pertempuran, Dyah Pitaloka pun memilih untuk bunuh diri.
Setelah jasad Hayam Wuruk diperabukan dan upacara perkabungan selesai, kedua paman Hayam Wuruk, Raja Kahuripan dan Raja Daha sepakat untuk menangkap Gajah Mada dan menghukum mati dirinya.
Rencana pembunuhan ini terdengar oleh Gajah Mada, hingga ia pun melakukan tapa samadi untuk melepaskan jiwa dan raganya dari dunia. Setelah itu dia menghilang menuju niskala (mencapai moksa) dan ketika pasukan Majapahit datang, tak berhasil menemukan keberadaannya.
Namun versi cerita lain menurut kitab Kakawin Nagarakretagama menyebutkan Gajah Mada meninggal dunia akibat sakit di tahun 1286 (1364 Masehi). Peristiwa ini terjadi setelah tak lama Prabu Hayam Wuruk menjenguk dirinya.
Semar (Sabdo Palon Noyo Genggong, Kyai Lurah Semar Badranaya)

Tokoh terkenal nusantara Semar yang dikenal sebagai Kyai Lurah Semar Badranaya dan mendapat julukan Sabdo Palon Noyo Genggong, salah satu tokoh Panakawan dalam pewayangan Jawa dan Sunda, diyakini juga raganya menghilang secara moksa. Setelah ia merasa kecewa berat karena Prabu Brawijaya V memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.
Kedekatan Semar dengan Prabu Brawijaya V diceritakan dalam kitab Jayabaya, ia sering d ijadikan penasehat raja-raja yang berkuasa di tanah Jawa dan konon sebagai pengasuh para ksatria Mahabrata dan Ramayana. Tapi sosok Semar memang tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut hanya terdapat pada kisah-kisah pujangga jawa.
Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja)

Selain dikenal sebagai raja yang arif dan bijaksana, Prabu Siliwangi juga terkenal memiliki ilmu sakti mandraguna. Sepanjang hidupnya, berhasil membuat nama Kerajaan Sunda Galuh yang dipimpinnya menjadi terkenal di seluruh wilayah Nusantara.
Lebih dari 39 tahun ia menjadi Raja, namun saat masa kejayaan Pakuan Pajajaran di Bogor mulai berakhir. Ajaran agama Islam masuk ke tanah air, dan dia mendapatkan ‘desakan’ dari pihak lain, agar meninggalkan agama leluhurnya untuk memeluk Islam.
Di masa-masa sulit ini, Prabu Siliwangi akhirnya memutuskan untuk melakukan tapa brata mencapai moksa. Sebelum ia pergi meninggalkan kerajaannya, Sang Prabu hanya berpesan kepada keluarga dan para pengikutnya untuk bebas memilih agama menurut keyakinan mereka sendiri, tanpa harus mengikuti jejak hidupnya.
Prabu Brawijaya V (Raja Terakhir Kerajaan Majapahit)

Nasib tragis yang dialami Prabu Brawijaya V tak jauh berbeda dengan Prabu Siliwangi, setelah runtuhnya kejayaan Majapahit akibat konflik internal keluarga kerajaan serta tumbuhnya Kerajaan- Islam di tanah air Nusantara.
Saat itu Majapahit kalah berperang dengan Kerajaan Kediri, dan sebelum istana kerajaan dihancurkan oleh pasukan lawan. Prabu Barawijaya V sempat melarikan diri dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan bertapa moksa.
Namun versi lain mengisahkan bahwa Prabu Brawijaya V adalah pemeluk agama Buddha. Diakhir hidupnya sebagai Raja, Prabu Brawijaya meminta tolong kepada Sunan Kalijaga yang merupakan cucunya sendiri agar mau mengislamkannya.
Setelah menjadi mualaf, ia pun melanjutkan tapabrata tingkat akhir, mengasingkan dirinya di dalam goa gunung lawu dan dikabarkan ia berhasil mencapai moksa, karena jasad dan kuburannya tak pernah ditemukan.


Prabu Jayabhaya

Kisah Prabu Jayabhaya yang memiliki gelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa (panjang benerr :D) adalah seorang Raja Kediri yang memerintah di tahun 1135 sampai 1157. Sebagai salah satu pewaris tahta Prabu Erlangga (Airlangga), Jayabhaya sering terlibat perseteruan dengan saudaranya sendiri Jayasabha (Jayasaba).
Hingga kedua Raja ini berperang dengan membawa masing-masing pasukan kerajaan mereka. Namun dalam pertempuran hebat tersebut, Jayasabha mengalami kekalahan, ia pun tewas terbunuh di tangan Prabu Jayabhaya.
Akhirnya tampuk pimpinan saudaranya berhasil ia rebut dan seluruh wilayah di Jawa Timur berada dibawah kekuasaannya. Namun dibalik kejayaan Prabu Jayabhaya, ia masih dihantui rasa bersalah dan berdosa karena telah membunuh saudaranya sendiri. Penyesalan ini semakin berlarut-larut, hingga akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Kediri yang ia pimpin.
Setelah itu ia melakukan tapa keras Jnana Yoga selama bertahun-tahun di sebuah tempat rahasia yang berada di desa Menang Kediri untuk mencapai moksa. Karena diketahui kesaktian yang dimiliki oleh Prabu Jayabhaya membuat dirinya sulit untuk meninggal dunia. Dan hanya menempuh moksa sajalah sebagai jalan satu-satunya untuk mengakhiri hidup.
Penyunting : Admin PJ
Sumber Literasi :
https://www.kejadiananeh.com

Misteri Gunung Tidar yang Banyak Tidak Diketahui Orang | Pegawai Astral


Gunung tidar memang tidak seheboh dengan gunung merapi yang saat saat tertentu membahayakan penduduk dilerengnya jika terjadi erupsi yang sering terjadi setiap tahunnya. Namun gunung yang berada ditengah kota magelang tersebut adalah satu lerengnya merupakan kawah candradimuka bagi Akademi Militer yang mencetak perwira perwira pejuang sapta marga yang berdiri pada 11 Nopember 1957.  Gunung tidar yang berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut inipun dalam legenda dikenal dengan pakunya pulau jawa dan memiliki sejarah yang berkaitan dengan perjuangan bangsa indonesia.
Menurut cerita yang ada konon gunung tidar tidak ada yang berani mendatangi kawasan ini karena tempat ini ditunggu oleh jin dan setan yang dipimpin oleh kyai semar namun bukan semar punokawan yang di maksud di cerita ini. Setiap ada orang yang berniat untuk tinggal di gunung tidar ini maka kyai semar akan mengutus anak buahnya yang berupa raksasa raksasa untuk memangsanya. Namun setelah syaikh subakir berhasil menaklukkan gunung tidar yang pertama kali dengan mengalahkan jin penunggu gunung tidar maka keberadaan gunung tidar mulai banyak dikunjungi orang. Syaikh Subakir merupakan orang yang berasal dari Turki yang datang bersama syaikh Jangkung untuk menyebarkan agama Islam.
Mungkin masih banyak yang belum tahu tentang sejarah yang meegenda yang pernah terjadi di puncak gunung tidar ini. Terutama bagi orang yanhg tinggal diluar pulau Jawa, dalam artikel kali ini akan kami kenalkan ceritanya kepada kalian semua dengan tujuan agar kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut. 

Kisah Syech Subakir


Di Magelang terdapat sebuah bukit yang berada di tengah-tengah kota. Bukit itu sangat terkenal karena menjadi salah satu tempaan para taruna AKABRI. Bahkan bukit itu menjadi salah satu ciri khas kota itu. Namanya bukit Tidar, atau lebih dikenal sebagai Gunung Tidar. Konon Gunung Tidar merupakan pusat atau titik tengah Pulau Jawa sehingga banyak yang meyakini gunung tidar adalah pakunya tanah Jawa.
Pada zaman dahulu kala Tanah Jawa ini masih berupa hutan belantara yang tiada seorangpun berani tinggal di sana. Sebagian besar wilayah Jawa ini dahulu masih dikuasai berbagai makhluk halus. Konon Tanah Jawa yang dikelilingi laut ini bak perahu yang mudah oleng oleh ombak laut yang besar. Kita katahui bahwa pulau jawa di kelilingi lautan yang cukup luas, di sebelah utara ada Laut Jawa dan di selatan ada Samudra Hindia yang cukup luas. Melihat itu para dewata segera mencari cara untuk mengatasinya.
Maka berkumpulah para dewa untuk membahas persoalan Tanah Jawa yang tidak pernah tenang oleh hantaman ombak itu. Diutuslah sejumlah dewa untuk tugas menenangkan pulau ini. Mereka membawa sejumlah bala tentara menuju Pulau Jawa sebelah barat. Namun, tiba-tiba Pulau Jawa kembali oleng dan berat sebelah karena para dewa dan bala tentara hanya menempati wilayah barat. Agar seimbang, sebagian dikirim ke timur. Namun usaha ini tetap gagal.
Melihat kenyataan itu maka para dewa sibuk mencari jalan pemecahan. Setelah beberapa waktu berembug, maka didapatkanlah sebuah ide cemerlang. Mau tak mau para dewa harus menciptakan sebuah paku raksasa, dan paku itu akan ditancapkan di pusat Tanah Jawa, yaitu titik tengah yang dapat menjadikan Pulau Jawa seimbang. Paku raksasa yang ditancapkan itu konon dipercaya sebagian masyarakat sebagai Gunung Tidar. Dan setelah paku raksasa itu ditancapkan, Pulau Jawa menjadi tenang dari hantaman ombak.
Alkisah, datanglah seorang manusia yang terkenal berani untuk mencoba membuka wilayah Tidar untuk ditinggali. Ksatria berani ini berasal dari tanah jauh. Konon ia berasal dari negeri Turki, bernama Syekh Bakir dan ditemani Syekh Jangkung. Kedua syekh ini disertai juga oleh tujuh pasang manusia, dengan harapan dapat mengembangkan masyarakat yang kelek mendiami wilayah itu.
Mendengar kabar itu, Kyai Semar murka. Diseranglah mereka oleh anak buah Kyai Semar, dan tiada seorangpun yang selamat kecuali Syekh Bakir yang sakti, soleh, dan sabar. Setelah bertapa selama 40 hari 40 malam, ia bertemu dengan Kyai Semar dan melakukan interaksi secara langsung.

Gunung Tidar


Gunung Tidar adalah gunung di Kota Magelang Jawa Tengah. Gunung ini tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai “Pakunya tanah Jawa” itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957.
Asal muasal nama Tidar sendiri banyak versi. Ada salah satu versi yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari kata “Mati dan Modar”. Jadi karena angkernya Gunung Tidar waktu dulu, maka kalau ada orang mendatangi gunung tersebut kalau tidak Mati ya Modar.

3 SITUS MAKAM GUNUNG TIDAR

Hanya butuh waktu kurang dari 30 menit untuk sampai di puncak Tidar. Secara umum, Gunung Tidar memang masih cukup alami. Banyak tanaman pinus dan tanaman buah-buahan tahunan seperti salak hasil penghijauan era tahun 1960an menjadikan Gunung Tidar sangat rimbun.
Beberapa saat menapaki jalanan setapak pendakian kita akan bertemu dengan Makam Syaikh Subakir. Konon Syaikh Subakir adalah penakluk Gunung Tidar yang pertama kali dengan mengalahkan para jin penunggu Gunung Tidar tersebut. Menurut legenda (hikayat) Gunung Tidar, Syaikh Subakir berasal dari negeri Turki yang datang ke Gunung Tidar bersama kawannya yang bernama Syaikh Jangkung untuk menyebarkan agama Islam.
Tidak jauh dari Makam Syaikh Subakir, kita akan berjumpa dengan sebuah makam yang panjangnya mencapai 7 meter. Itulah Makam Kyai Sepanjang. Kyai Sepanjang bukanlah sesosok alim ulama, namun adalah nama tombak yang dibawa dan dipergunakan oleh Syaikh Subakir mengalahkan jin penunggu Gunung Tidar kala itu.
Situs makam terakhir yang kita jumpai sewaktu mendaki Gunung Tidar adalah Makam Kyai Semar. Namun menurut beberapa versi ini bukanlah makam kyai Semar yang ada dalam pewayangan. Tetapi Kyai Semar, jin penunggu Gunung Tidar waktu itu. Meski demikian banyak yang percaya ini memang makam Kyai Semar yang ada dalam pewayangan itu. Dan mana yang benar, adalah tinggal kita mau mempercayai yang mana.
 PAKU TANAH JAWA

Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.
Syekh Subakir, sangat berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan gagal.
Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka.
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, mereka diantaranya:
  1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
  2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
  4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
  5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
  7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
  8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
  9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat.
Itulah sekelumit informasi dan cerita rakyat yang dinisbatkan kepada Gunung Tidar yang sangat terkenal tersebut. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk para pemcaca. Salam dari admin.

penyunting : Argha Sena 

Sumber : 

https://dosenwisata.com/

Senin, 18 Mei 2020

Dialog Penting Antara Syekh Subakir dan Sabda Palon Sang Penjaga Tanah Jawa I Pegawai Astral

Ilusterasi

Di antara ragam Serat Jangka Jayabaya, salah satu versinya bercerita tentang Syekh Subakir dan perannya dalam membangun peradaban bangsa manusia di Pulau Jawa. Hikayat syekh Subakir ini juga tersebut dalam tulisan lontar kuno yang diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak-tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.

Syekh Subakir adalah seorang ulama yang berasal dari Persia. Beliau adalah generasi awal Wali Sanga, penyebar Islam di tanah Jawa. Beliau dianggap sebagai orang yang paling berjasa dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa ini. Diriwayatkan bahwa proses islamisasi di Jawa mengalami hambatan, disebakan kuatnya orang Jawa dalam memegang kepercayaan lama. Syaikh Subakir datang ke tanah Jawa bersama wali sanga generasi awal, setelah diperintahkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih di Istanbul, Turki. Kesembilan ulama ini mempunyai spesifikasi keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli pengobatan, ahli tumbal, dan lain-lain. Wali Sembilan ini dibagi menjadi 3 kelompok dan di tempatkan pada tiga tempat, yakni di bagian barat, tengah dan timur tanah Jawa.

Konon, hambatan penyebaran Islam di Jawa pada masa sebelumnya, disebabkan oleh keberadaan bangsa jin yang menempati setiap sudut tanah jawa. Bangsa Jin ini dipimpin oleh Sabdo Palon atau Kyai Semar, yang bersemayam di puncak Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah.



Syekh Subakir yang ahli dalam ilmu batin (baca: sakti) segera melakukan pembersihan, dengan menancapkan tumbal yang berupa batu hitam di puncak gunung Tidar. Seluruh Jawa bergolak, seluruh bangsa jin yang menguasi jawa merasakan kepanasan yang teramat sangat, hingga mereka lari tunggang langgang menyeberang ke lautan atau menepi ke sudut terpencil tanah Jawa. Sebagian jin yang lain ada yang harus mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir. Karena itulah, Gunung Tidar dipercayai sebagai Pakunya Tanah Jawa.



Melihat hal itu, Sabdo Palon yang telah 9000 tahun bersemayam di puncak Tidar keluar dalam bentuk manusia, berdiri di hadapan Syekh Subakir. Setelah terjadi perdebatan mereka segera adu kesaktian. Konon petempuran antara keduanya selama 40 hari 40 malam, hingga Sabdo Palon merasa kewalahan dan menawarkan gencatan senjata. Sabdo Palon mensyaratkan beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di Jawa. Syarat-syarat itupun disetujui Syekh Subakir.



Dibawah ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar. Dialog dalam versi imaginer diambil dari http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/25/perjanjian-sabdopalon-syeh-subakir-527855.html


Pulau Jawa




Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.



Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.



Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.



Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?

Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan.

Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.

Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama.

Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?

Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.

Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buda yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?



Syeh Subakir : Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukuankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?



Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.



Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.



Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.

Ilusterasi Sabdo palon

Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.

Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.

Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.

Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.

Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.

Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.

Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.

Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?

Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat - syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.

Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namu jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya.

Itulah dialog yang terjadi antara Syekh Subakir dan Sabda Palon, artikel ini jangan kita telan mentah-mentah, akan tetapi ada hikmah dan pesan yang dapat kta ambil dari dialog tersebut, bahwa penyebaran agama Islam tidak pernah di lakukan dengan paksaan di tanah Jawa, serta tidak membuang adat dan kebudayaan yang telah ada dan di jalankan oleh masyarakat jawa, asal tidak bertentangan dengan agama.  Mungkin karena dialog ini para ulama menyebarkan agama Islam dengan kearifan lokal sehingga agama Islam dapat di terima oleh masyarakat jawa. Wallahualam.

Penyunting : Argha Sena

Sumber : 
1).  http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/2013/10/hikayat-syekh-subakir-dan-danyang-tanah.html?m=0

2).  http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/25/perjanjian-sabdopalon-syeh-subakir-527855.html